Gambar tema oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 22 Desember 2016

MENCARI MODEL PEMIMPIN KOTA SANTRI

- Tidak ada komentar

MENCARI MODEL PEMIMPIN KOTA SANTRI

Oleh: Nanang Indrawan

Sejak dua tahun silam Indonesia disibukan dengan momentum pemilu, memilih atau menentukan pemimpin Negara. Pilkada serentak adalah sistem baru yang dirumuskan pemerintah untuk menunjang keberlangsungan pemilihan. yang dalam rencana, sistem baru ini akan digelar 2019 mendatang. Dani syafrudin nawawi dalam hal ini mengaskan, Indonesia sudah saatnya menggunakan sistem terbuka dan terbatas.  Pergantian model pemilihan sejatinya, sejak pertama sampai saat ini tidak ada satupun yang berbenturan dengan konstitusi, ini hanya tentang mekanisme pemilu.
Indonesia, dengan umur yang sudah cukup dewasa sejak 1945 sampai 2016 harusnya sudah mampu menghantarkan pemilih dalam pemilu pada kebijaksanaan untuk menentukan pilihannya, sosok pemimpin yang ideal. Ideal disini , bukan semata menurut personal melainkan komunal. Masyarakat seharunya tidak lagi disibukan dengan model pemilihan, sudah semestinya berbicara tentang studi kelayakan yang pada posisi ini tidak semata meniti faktor kedekatan, keluarga atau hanya karena calon sudah memberikan fasilitas hidup bagi pemilih.
2017 adalah tahun dimana masyarakat kota Tasikmalaya diperjumpakan kembali dengan momentum penting dalam menunjang keberlangsungan hidup warga Kota Tasikmalaya. Pemilihan kepala daerah atau walikota. Tercatat dalam KPU ada tiga nama calon. Yang ketiganya sama, tidak ada yang tidak baik.
Sosok seorang pemimpin tentu sangat dibutuhkan. Masyarakat jangan lagi dikerangkeng pikiranya pada politik yang tidak etik. etik disini dalam upaya pemilihan, apakah mengedepankan rasionalitas atau syar’i. yang pada kebanyakan pendapat mengatakan bahwa, rakyat itu mencerminkan pemimpin, bentuk penilaian baik dan buruk  pemimpin bisa kita tilai dari sejauh mana rakyatnya memberlangsungkan kehidupan. Maka dalam hal ini harus ada penunjang kaifyat dalam pemilihan.  Kalau mengedapankan rasionaltias, tentu pada posisi ini personal berhak mentafsikan dengan bebas, lain hal apabila disandarkan pada konsep syar’i.
Penulis ingin mencoba menawarakan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam yang diulas abu hasan al mawardi dalam kitab ahkamus sultaniyah. Ideal seorang pemimpin harus memilki kriteria yang :

1.    Bersifat adil
2.    Berpengetahuan
3.    Memiliki kemampanan mendengar
4.    Memiliki kearifan dan wawasan yang memadai untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengatur kepentingan umum.
5.    Memiliki fisik yang sehat
6.    Memiliki keberanian untuk melindungi wilayah kekuasan islam dan untuk memperthankannya dari serangan musuh
7.    Tidak mengkooptasi (mengkotakan) kecintaan.
Model kepemimpinan diatas tidak hanya berlaku untuk ummat Islam semata melainkan seluruh umat manusia, filosofis kepemimpinan dalam islam menderivasikan sebuah pedoman yang semestinya harus diadaptasikan oleh setiap manusia yang kelak jadi pemimpin Negara. Diantaranya :
1.  Hikmah, ajaklah manusia kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bijaksana (QS. Al-Nahl: 125)
2.  Qudwah, kepemimpinan menjadi efektif apabila dilakukan tidak hanya dengan nasehat tapi juga dengan ketauladanan yang baik dan bijaksana (QS. Al-Ahzab :21)
3.  Diskusi, jika ada perbedaan dan ketidaksamaan pandangan, maka seorang pemimpin menyelesaikanya dengan diskusi atau bertukar pikiran (QS. Al-Nahl: 125)
4.  Musawarah, adalah suatu bentuk perlibatan seluruh komponen masyarakat secara proporsional dan keikitsertaan dalam pengambilan keputusan atau kebijaksanaan (QS. Al-Nisa: 58, QS Al-Maidah: 8)
5.  Kelembutan hati dan saling mendoakan
6.  Sinergis membangun keberasamaan
Model pemimpin yang mesti dicari untuk kota tasikmalaya idealnya seperti yang diatas, pun kalau tidak ditemukan.  Maka kita berhak meminjam istilah dalam uhul fiqh “man’la yudrakhu quluh wala yud’rakhu quluh” kalau tidak ada semuanya, maka carilah yang mendekati. Mulai sejak dini kesadaran tentang pentingnya memilih pemimpin yang kelak akan menentukan berlangsungnya hajat ummat dan bangsa harus menjadi prioritas, jangan lagi ada peristiwa golput yang tentu hal ini tidak baik jika kita menemukan sosok ideal seperi dibahas dimuka.

“Tasikmalaya dengan idiom kota santri, semoga terus berkesinamungan” jangan sampai hilang, sebab hal tersebut bagian dari identitas Tasikmalaya sejak zaman pendeklarasian.

Dunia Yang Terbalik

- Tidak ada komentar

Dunia Yang Terbalik

Indonesia mayoritas agama islam, tapi, yang paling disudutkan umat muslim

Lebih serem yang pake cadar, dari pada yang pake rok mini

Lebih serem yang pake jenggot, dari pada yang tatoan

Pake baju tauhid ditangkep, yang pake baju PKI gapapa

Lebih curiga sama yang rajin ibadah di Mesjid, daripada orang yang mabuk-mabukan dan judi

Diduga teroris langsung ditembak, bandar narkoba Internasional bisa di nego

Lebih mentolerir aliran sesat, daripada syariat

Dunia ini sudah terbalik??
Yang nyunnah - radikal
Yang nyeleneh - toleran

Yang jilbab syar'i - ekstrim
Yang ga pake jilbab - cantik

Yang nikah lagi - penjahat
Yang main pelacur - biasa lelakii

Yang muda sholat 5waktu - waspadai
Yang muda ga sholat - masih muda ini

Yang jenggotan rajin ke Mesjid - teroris
Yang jenggotan rajin ke Clubing - keren

Yang ke Masjis Ta'lim pekannan - fanatik
yang kebioskop harian - gaul

Yang hafal Al Qur'an 30juz - militan
Yang hafal banyak musik - hebat

Yang anaknya dijilbabin - keterlaluan, melanggar HAM
Yang anaknya pake rok mini - imut

Yang pake baju koko - sok alim
Yang pake baju sobek - jantan

Yang hariannya bicara tentang Islam - dipanggil sok Ustadz
yang hariannya menghina Islam - ditolerir

Media Islam - radikal
Media porno - kebutuhan

Buka mata hati kalian temannn...!!

بدأ الإسلام غريباً وسيعود غريباً كما بدأ فطوبى للغرباء

"Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu." (H.R. Muslim no. 208)

lalu sahabat bertanya kepada Rasul, siapakah orang asing itu  ya Rasul? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : "mereka ialah orang-orang yang senantiasa melakukan kebaikan di tengah kerusakan." (H.R. Ahmad)

Dan ingatlah bahwa kalian semua pasti mati dan hanya kepada Allah kalian akan kembali serta diminta pertanggung jawaban masing-masing atas perbuatan kalian sendiri.


Maka bersegeralah kita bertobat, selagi masih ada kesempatan... Solusinya hanya dengan menerapkan Syari'ah Islamlah kehidupan Dunia dan Akhirat yang hasanah akan terwujud.

Sabtu, 03 Desember 2016

Kita Butuh Apa di Arena Politik Hari Ini ?

- Tidak ada komentar
Oleh : Andri Nurkamal
Kabid Kaderisasi PP HIMA Persis

Ilustrasi : Bendera Partai Politik

Kosakata politik dalam berbagai perspektif memiliki istilah khusus. Ungkapan politik sebagai seni misalnya (Yunani Romawi Kuno), atau panggilan politik dengan padanan nama siyasah (istilah Islam). Juga sebagaimana yang kita kenal dari teori Machiaveli dengan sebutan cara meraih kekuasaan (dengan bagaimanapun caranya. Terkategorikan politisi manakala hasil menunjukkan kebenaran wujudnya). Meski begitu, masing-masing istilah dipanggul di atas pundak raisons (alasan-alasan). Alasan-alasan itulah yang menjadi tumpuan manakala gelar politik yang difahaminya digunduli, dirobohkan, dan dikritisi. Dengan alasan, perspektif menjadi bisa mending dan berdiri kokoh mesti tidak semua kekokohan berdimensi suatu kebenaran. Dengan metodik taqrib (pendekatan) tersebut kita dapat menimbang politik dari wazan (perseimbangan) yang tepat. Islam dalam hal ini memiliki standar yang baku sebagai pondasi dan kunci dasar mengimplementasikan politik (yang dikehendaki) Islam dalam dimensi realitas masyarakat di daerah secara khusus dan di Negara lebih umumnya.

Sebagai Negara yang menganut system demokerasi, ada tiga kata yang dikerat dan melekat, “dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat.” Muara ahir dari semua kebijakan pemerintah ditujukan pada kemakmuran yang merata semata-mata, demi rakyat. Rakyat adalah pemilik kedaulatan. Maka menjadi mandat rakyat untuk diemban sebagai amanah bahwa kebijakan dan segala hal ihwal bangsa ini, kemakmuran rakyat Indonesialah yang menjadi timbangan awal dan ahir pengambilan kebijakan pemerintah.

Menilik realitas politik keberpihakan terhadap rakyat yang kian melemah dan memudar, penting kita unjukkan suatu gugahan kritik tajam buat aktor-aktor politik yang telah buram dari niyatan demokerasi yang paling jujur. Hasil dari petikan fakta di lapangan, rakyat telah beralih dan dikilahkan dari sakralitas entitasnya. Tarohlah kita mengangkat terma besar tentang wawasan kerakyatan dalam suksesi kontestan politik di pagelaran momentumorial PILKADA misalnya, dipastikan maqom (derajat) rakyat adalah sekedar massa politik yang digiring untuk mahkota politikus yang multi interest segelintir orang atau kelompok saja. Tidak lebih, rakyat adalah sapi perah suara yang buihnya akan dibeli atau persepsi idenya diiming-imingi kelezatan masa depan yang manipulative (menipu). Nampaknya, kicauan-kicauan keterwakilan atas nama rakyat oleh pengicau-pengicau politik adalah sekedar suara penyihir para politikus rakus. Dalam istilah Dr. Dody S. Taruna dalam kata pengantar panduan siyasah jam’iyyah PERSIS (cet. 2015), disebutnya bahwa fenomena tersebut sebagai pergeseran paradigma dan aksentuase politik.

Politik to day (hari ini) dengan setiap instrumennya telah menuntun secara berbondong-bondong pada adagium yang dilontarkan oleh Harold Laswell, bahwa soal politik melingkar pada masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana (Who Gets What, When And How). Dari legitimisi ini para pemilik modal bergandengan tangan dengan penguasa untuk mengolah rakyat dalam pemenangan di puncak ruang strategis yang dengannya terjadi kontrak politik untuk saling menguntungkan diantara satu dengan yang lainnya.
Orientasi politik juga sulit kita gembor-gemborkan masih keluar dari sanubari kerakyatan. Oleh sebab upaya mengekalkan kekuasaan segelintir orang, baik dari kelompok para pemilik modal atau para pemuja kuasa hierarki, sesungguhnya lebih kentara ketimbang asas peduli rakyat. Sehingga definisi politik demokerasi secara progresif sedang menggulung pengertiannya yang suci ke arah ruang pengap bagi masa depan rakyat Indonesia. Politik demokerasi sebagai pengagungan terhadap rakyat, sudahlah kini menjadi pengagungan kaum kuasa dan konglomerat dari kelas capital (sang empunya modal). Secara faktasional, definisi ini lebih mengena dibanding pengertian teoritis yang masih bersih di buku-buku.

Imam Bukhori meriwayatkan salah sebuah sabda Muhammad Saw. dalam topik amanah umat, “seseorang yang ditetapkan Allah Swt. untuk mengurus kepentingan umat, kemudian ia tidak memberi nasihat kepada mereka, maka ia tidak akan mencium wanginya syurga.” Tegas Muhammad Saw..Tidak diragukan, pemaknaan politik tidak boleh disekulerisasi sehingga kosong dari asas teologi. Oleh sebab itu Islam berbicara purna dalam paradigma mendasar politik. Karenanya, (termasuk) dalam topik politik diperlukan suatu pandangan khaouf (takut) dan roja’ (harapan). Khaouf yang melandaskan kondisi tunduk patuh jiwa pada Allah Swt.. yang akan memintai pertanggung jawaban. Dengan khouf, akan terbitlah sikap ikhtiyat (kehati-hatian) dan kesungguh-sungguhan prilaku politik. Dari khouf, kita digeser pada cursor selanjutnya, yakni roja’. Harapan inilah yang menjadi pemantik dan cahaya penerang yang terus dituju menuju pahala terbaik di sisi Allah Swt.. Politisi Islam akan melandasi niyat dan pengambilan kebijakan serta prilaku politiknya dengan mengedepankan teologis dalam memakmurkan rakyat untuk terciptanya iklim kondusif yang adil, aman sentosa, dan harmoni.

Politik dengan segala dimensinya adalah amanah. Suatu mandat Tuhan untuk mengharmonisasi kehidupan masyarakat, yang sama rata dan berkeadilan untuk gotong royong (ta’awun), sehingga terpenuhi hak dan kewajiban yang telah digariskan sebagai kadar masing-masing. Selama ta’awun politik (dalam kebaikan dan taqwa) masih dipandang euphoria yang mustahil direfleksikan dalam realitas lapangan, berarti politik kita akan terus mapan di kalangan tuan-tuan kapital. Lantas rakyat (sekali lagi) hanyalah jembatan masa yang digarap untuk legitimasi suksesi kepentingan mereka. Pada kondisi genting ini, penting kita menciptakan kader siyasah (politik) yang negarawan dengan mentalitas mujaddid (reformis) untuk melakukan pembaharuan zona politik supaya kembali pada kepatutannya. Politik yang merakyat dengan tulus  bukan akal-akalan bulus, politik yang santun dan berakhlak, politik berkemandirian keindonesiaan, dan politik yang theological democrasy (Istilah Mohamad Natsir: sang mositor integral NKRI).

Kamis, 01 Desember 2016

Qunut Nazilah Untuk Muslim Rohingya

- Tidak ada komentar
Ketika umat Islam mengalami penindasan oleh orang-orang kafir, maka Rasulullah SAW mendo'akan mereka dengan Qunut Nazilah. Adapun redaksi dari do'a Qunut sendiri tidaklah sama, tergantung dari situasi umat Islam yang tertindas.
Adapun do'a Qunut Nazilah yang bisa diterapkan untuk saudara Muslim di Rohingya adalah :

اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِى رُوْهِينْغِيَا, اللَّهُمَّ انْصُرْ المُسْلِمِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِينَ فِى كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى أعْدَاءِ الدِّيْنِ مِنَ الْكَافِرِيْنَ وَالظَّالِمِيْنَ فِى رُوْهِينْغِيَا و فِى كُلِّ مَكَانٍ.
Ya Allah selamatkanlah kaum Muslimin yang tertindas di Rohingya, ya Allah tolonglah kaum Muslimin yang lemah di berbagai tempat, ya Allah keraskanlah pijakanMu kepada musuh-musuh Islam, orang-orang kafir dan dzalim di Rohingya dan dimana saja

“ DIBACA PADA WAKTU I’TIDAL RAKAAT TERAKHIR TIAP SHALAT FARDHU “