Definisi
Al-Hadyu : Yang disembelih oleh jama’ah hajji, pengurban haram memakannya
Udhiyah :
Yang disembelih oleh selain jama’ah hajji, pengurban halal memakannya
Nahr :
·
Nahr adalah menusuk leher unta
hingga mengenai hulqum dari atas dada. Penusukan dilakukan dengan tombak tepat
pada bagian leher seekor unta, karena hewan itu cukup besar dan sulit untuk
digeletakkan di atas tanah terlebih dahulu.
·
Dzibhu adalah menyembelih seperti
yang umumnya kita kenal saat ini. Caranya dengan mengiris leher hewan udhiyah
hingga putus urat nadi dan jalan pernafasan.
·
‘Aqar adalah menebas leher unta
ketika unta itu masih berdiri
Nusuk :
·
Ibadah
·
Menyembelih (hewan kurban)
·
Pekerjaan-pekerjaan dan
bacaan-bacaan yang dilakukan di dalam ibadah haji.
Sunnah
Dzul Hijjah
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ
أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah
(maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka
hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan
kukunya
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ
هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا
حَتَّى يُضَحِّىَ
Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila
telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut
dan kukunya sampai ia berqurban
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ
أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
1.
Sa’id bin Al Musayyib, Robi’ah,
Imam Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian murid-murid Imam Asy Syafi’i menyatakan
haram mendasarinya pada hadits larangan shohibul qurban memotong rambut dan
kuku yang telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Ad-Daimah di atas.
2.
Imam Asy Syafi’i dan murid-muridnya.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh yaitu makruh
tanzih, dan bukan haram, berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa
Nabi shallallahu pernah berqurban dan beliau tidak melarang apa yang
Allah halalkan hingga beliau menyembelih hadyu (qurbannya di Makkah). Artinya
di sini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan
sebagaimana orang yang ihrom yang tidak memotong rambut dan kukunya. Ini adalah
anggapan dari pendapat kedua. Sehingga hadits di atas dipahami makruh.
3.
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik
dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali.
Imam Malik dalam
salah satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh. Pendapat beliau
lainnya mengatakan bahwa hal ini diharamkan dalam qurban yang sifatnya sunnah
dan bukan pada qurban yang wajib.
Pendapat yang
lebih kuat adalah pendapat pertama, berdasarkan larangan yang disebutkan
dalam hadits di atas dan pendapat ini lebih hati-hati. Pendapat ketiga
adalah pendapat yang sangat-sangat lemah karena bertentangan dengan hadits
larangan. Sedangkan pendapat yang memakruhkan juga dinilai kurang tepat karena
sebenarnya hadits ‘Aisyah hanya memaksudkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam melakukan perkara yang sifatnya keseharian yaitu memakai pakaian
berjahit dan memakai harum-haruman, yang seperti ini tidak dibolehkan untuk
orang yang ihrom.
Hikmah
Larangan
Menurut ulama
Syafi’iyah, hikmah larangan di sini adalah agar rambut dan kuku tadi tetap ada
hingga qurban disembelih, supaya makin banyak dari anggota tubuh ini terbebas
dari api neraka.
Ada pula ulama
yang mengatakan bahwa hikmah dari larangan ini adalah agar tasyabbuh
(menyerupai) orang yang muhrim (berihrom). Namun hikmah yang satu ini dianggap
kurang tepat menurut ulama Syafi’iyah karena orang yang berqurban beda dengan
yang muhrim. Orang berqurban masih boleh mendekati istrinya dan masih
diperbolehkan menggunakan harum-haruman, pakaian berjahit dan selain itu,
berbeda halnya orang yang muhrim.
Shaum Arafah
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَ البَاقِيَةَ
“Puasa Arafah
itu menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. ”(HR. Muslim
no. 1162)
Hukum Qurban
1. Wajib
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Menurut imam Hanafi wajib bagi yang muqim tapi tidak bagi yang safar
2. Sunnah
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ
أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
ورد عن جابر قال : صليت مع رسول الله صلى
الله عليه وسلم عيد الأضحى فلمّاانصرف أتي بكبش فذبحه ، فقال : بسم الله والله
أكبر ، اللهمّ هذا عنّي وعن من لم يضح من أمتي ( رواه أحمد وأبو داود والترمذي )
Diriwayatkan
dari Jabir, ia berkata : Saya telah sholat Iedhul Adha bersama Rasullloh
Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika beliau selesai sholat, maka
didatangkan pada beliau seekor domba dan kemudian beliau menyembelihnya, seraya
berkata : “Bismillah, Allahu Akbar, ya Allah ini dariku dan dari orang yang
belum berudlhiyah dari umatku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Turmudzi)
وعن علي بن الحسين عن أبي رافع أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم كان إذا ضحى كبشين سمينين أقرنين أملحين ( رواه أحمد )
Artinya : “Dan
dari Ali bin Al-Husain dari Rofi’:” Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam apabila datang Hari Udlhiyah , beliau membeli dua ekor domba yang
gemuk, bertanduk dan warnanya putih campur hitam.( HR.Ahmad).
3. Sunnah
Mu’akkadah
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ
مُصَلَّانَا
Pembagian
Daging Udlhiyah
Dalam pembagian
daging udlhiyah dibagi menjadi tiga ; sepertiga untuk dimakan keluarga yang
menyembelih; sepertiga untuk dishadaqahkan; sepertiga untuk dihadiahkan kepada
para sahabat. Tetapi boleh juga dishadaqahkan seluruhnya. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
كلوا وادخروا وتصدقوا
“Makanlah
daging udlhiyah dan simpanlah dan shadaqahkanlah.”
…………. فكلوا مابدا لكم وأطعموا وادخروا
“Makanlah
apa yang nampak bagi kamu, berikanlah dan simpanlah.” (HR. Ahmad, Muslim
dan Turmudzi, dan dishohihkan oleh Turmudzi)
Boleh
Menyimpan Daging Udlhiyah Melebihi Tiga Hari
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah melarang menyimpan daging udlhiyah lebih
dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam pada saat itu menshodaqohkan kelebihan
daging udlhiyah yang ada. Namun larangan tersebut kemudian dihapus
Dalam hadits
dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu, ia berkata bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ ضَحَّى
مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » .
فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا
فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى قَالَ « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ
ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
»
”Barangsiapa
di antara kalian berudlhiyah, maka janganlah ada daging udlhiyah yang masih
tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga.” Ketika datang tahun
berikutnya, para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah, apakah kami
harus melakukan sebagaimana tahun lalu?” Maka beliau menjawab, ”(Adapun
sekarang), makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan
sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami paceklik
sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” [HR.
Bukhari no. 5569 dan Muslim no. 1974]
Dalam hadits
lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas
menghapus larangan tersebut dan menyebutkan alasannya. Beliau bersabda,
« كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ
لُحُومِ الأَضَاحِى فَوْقَ ثَلاَثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لاَ
طَوْلَ لَهُ فَكُلُوا مَا بَدَا لَكُمْ وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا ». قَالَ وَفِى
الْبَابِ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَعَائِشَةَ وَنُبَيْشَةَ وَأَبِى سَعِيدٍ وَقَتَادَةَ
بْنِ النُّعْمَانِ وَأَنَسٍ وَأُمِّ سَلَمَةَ. قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ
بُرَيْدَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
“Dulu aku
melarang kalian dari menyimpan daging udlhiyah lebih dari tiga hari agar orang
yang memiliki kecukupan memberi keluasan kepada orang yang tidak memiliki
kecukupan. Namun sekarang, makanlah semau kalian, berilah makan, dan simpanlah.”[
HR. Tirmidzi no. 1510]
Larangan
Menjual Kulit Udlhiyah & Memberi Upah Bagi Tukang Sembelih
Sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam :
عن علي بن أبي طالب رضى الله عنه قال : أمرني رسول
الله صلى الله عليه وسلّم : أن أقومَ علىَ بدنهِ وأتصدّقَ بلحومها وجلودها
وأجلّتها ، وأن لا أعطى الجازرَ منها شيئً ، وقال : نحن نعطيه من عند نا (
متفق عليه )
“Dari Ali Bin
Abi Thilob radhiyallahu anhu ia berkata : “Aku diperintahkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam supaya mengurus untanya, serta menyedekahkan
daging, kulit dan kelasa (punuk)nya, dan kiranya aku tidak akan memberikan
sedikitpun dari binatang udlhiyah tersebut kepada tukang sembelih. Seraya beliau
bersabda : “Kami akan memberi dia dari bagian kami sendiri.” (HR. Ahmad,
Bukhori dan Muslim)
وعن أبي سعيدٍ : أنّ قتادة بن النعمان أخبره أنّ
النبي صلى الله عليه وسلّم قام, فقال : إني كنت أمرتكم أن لا تأكلوا لحوم الأضاحى
فوق ثلاثة أيامٍ ، ليسعكم ، وإني أحلّه لكم, فكلوا منه ماشئتم ، ولا تبيعوا لحوم
الهدي والأضاحى ، وكلوا ، وتصدّقوا واستمتعوا بجلودها ، ولا تبيعواها ، وإن أطعمتم
من لحومها شيئًا ، فكلوا أنى شئتم ( رواه أحمد )
“Dan dari Abi
Sa’id : Sesungguhnya Qotadah bin Nu’man memberitahu kepadanya, bahwa nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri lalu bersabda : “Aku pernah menyuruhmu
kiranya kamu tidak akan makan daging udlhiyah sesudah tiga hari untuk memberi
kelonggaran kepada kamu, tetapi aku halalkan dia kepada kamu, karena itu
makanlah daripadanya sesukamu, dan janganlah kamu jual daging hadyu (Binatang
yang disembelih sebagai denda karenba planggaran Hajji atau umrah) dan daging
udlhiyah, makanlah, sedekahkanlah dan pergunakanlah kulitnya tetapi jangan kamu
jual dia, sekalipun sebagian dari dagingnya itu kamu berikan, makanlah
sesukamu.” (HR. Ahmad )
Penjelasan :
Syaikh Faishol
bin Abdul Aziz Al-Mubarok berkata : Perkataan : “dan kiranya kami
tidak akan berikan sedikitpun dari daging udlhiyah itu kepada tukang sembelih”
Itu menunjukkan, bahwa tukang sembelihnya itu tidak boleh diberi sedikitpun
dari daging udlhiyah tersebut ( sebagai upah ) jadi bukan tidak diberinya
semata-semata itu yang dimaksud, tetapi yang dimaksud disini adalah pemberian
karena menyembelihnya itu.
Al Qurthubi
berkata : “Hadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang udlhiyah atau hadiah
dan punuknya tidak boleh dijual, karena kata “julud” : ( kulit ) dan “Ajillah”
: (punuk ) itu ma’thuf ( dihubungkan ) dengan lahm ( daging ) jadi hukumnya
sama. Sedang para ulama’ telah sepakat, bahwa daging udlhiyah itu tidak boleh
dijual. Maka begitu pula kulitnya dan punuknya.
Perkataan
“Manfaatkanlah kulitnya dan jangan kamu jual dia” itu menunjukkan
diperkenankanya memanfaatkan kulit udlhiyah tetapi jangan dijual. (Mukhtashor
Nailul Author, Syaikh Faishol bin Abdul Aziz Al Mubarok : 4/58).
Hikmah
Disyari’atkannya Udlhiyah
1.
Taqarrub
diri kepada Allah Ta’ala.
فصلّ لربك وانحر
قل إن صلاتي ونسكي ومَحياي ومماتي لله رب العالمين
{الأنعام : 162}
2.
Menghidupkan
sunnah Nabi Ibrahim AS
3.
Mencukupi
nafkah pada hari Ied dan menyebarkan rohmat kepada orang-orang fakir dan
miskin.
4.
Sebagai
rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikanNya, yang berupa binatang
ternak kepada kita.
....فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا
الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا
وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ ....
…..Maka
makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…”. (QS.Al-Hajj : 36-37)
Sifat-sifat
hewan Qurban :
1.
Cacat
2.
Sakit
yang sudah jelas
3.
Genap
usia
4.
Sah
kepemilikan
5.
Jika
hasil urunan tidak melebihi batas maksimal
6.
Kotor
yang tidak bisa dibersihkan
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ
فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
dari
Jabir dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kamu sembelih hewan untuk berkurban, melainkan Musinnah. Kecuali jika itu sulit kamu peroleh,
sembelihlah Jadza’ah domba.” (H.R. Muslim)
قال الشَّافِعِيُّ ) رَحِمَهُ اللَّهُ الضَّحَايَا
الْجَذَعُ من الضَّأْنِ والثنى من الْمَعْزِ وَالْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَلَا يَكُونُ
شَيْءٌ دُونَ هذا ضَحِيَّةً
hewan-hewan
kurban adalah Jadza’ah dari domba dan Tsaniyy dari kambing, unta dan sapi.
Hewan apapun selain ini tidak bisa menjadi hewan kurban (Al-Umm, vol 2 hlm 223)
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،: ” أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ،
الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ
عَرَجُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي “
Dari
Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
salam bersabda: “Empat cacat yang tidak boleh ada pada hewan kurban; hewan
bermata juling yang sangat jelas julingnya, hewan sakit yang sangat jelas
sakitnya, hewan pincang yang sangat jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak
memiliki daging otak.” (HR. Abu Daud no. 2802, Tirmidzi no. 1479, An-Nasai no.
4369, Ibnu Majah no. 3144, Ahmad no. 18667, dan Al-Baihaqi no. 19099)
0 on: "QURBAN"