Gambar tema oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 14 September 2016

Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban

- 2 komentar
Tata cara menyembelih hewan kurban - Didalam setiap ibadah, Rasulullah Saw telah memberikan contoh secara rinci agar kita selaku ummatnya dapat mengikutinya secara benar. Seperti dalam shalat yang dijelaskan bagaimana cara takbirotul ihram hingga bagaimana cara salam yang benar.
Begitu juga dengan ibadah kurban, Rasulullah Saw telah memberikan contoh lengkap harus bagaimana kita melaksanakan ibadah yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah ini. Dari mulai syarat hewan qurban, waktu penyembelihan, hingga bagaimana cara menyembelih qurban yang benar sesuai syariat yang akan dijelaskan didalam artikel ini.

Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban

Ada beberapa poin yang harus kita perhatikan saat akan melaksanakan penyembelihan hewan kurban, berikut adalah tata cara menyembelih hewan kurban:

1. Menajamkan Pisau dan Memperlakukan Hewan dengan Baik

tata cara penyembelihan hewan kurban 1
Hal pertama yang harus diperhatikan ketika akan menyebelih hewan kurban (terutama oleh penyembelih) adalah menajamkan pisau yang akan digunakan untuk menyembelih, ini bertujuan supaya waktu penyembelihan bisa sangat cepat agar tidak menyiksa hewan.
Dalil yang berkaitan dengan ini bisa anda lihat pada gambar diatas.

2. Menjauhkan Pisau dari Pandangan Hewan yang akan Dikurbankan

tata cara penyembelihan hewan kurban 2

Hal yang harus diperhatikan selanjutnya adalah penyembelih hewan kurban harus menjauhkan pisau yang akan digunakan untuk menyembelih dari pandangan hewan yang akan dikurbankan.
Dari kedua poin ini kita bisa lihat bahwa islam sangat menyayangi binatang dan islam mengajarkan kita untuk menyayangi binatang.

3. Menghadapkan hewan kurban kearah kiblat

tata cara penyembelihan hewan kurban 3

Selanjutnya adalah hewan yang akan dikurbankan harus diarahkan kearah kiblat, sama seperti arah ketika kita shalat.
Haditsnya bisa anda lihat pada gambar diatas.

4. Membaringkan Hewan diatas Lambung Sebelah Kiri

tata cara penyembelihan hewan kurban 4

Hewan yang akan disembelih seperti sapi atau kambing pasti dibaringkan terlebih dahulu lalu diikat, agar tidak bisa bergerak. Usahakan agar posisi berbaring hewan diatas lambung sebelah kiri, seperti yang diajarkan Rasulullah Saw dalam hadits pada gambar diatas.

5. Menginjakkan Kaki di Leher Hewan

tata cara penyembelihan hewan kurban 5

Sebelum hewan disembelih, kaki penyembelih harus menginjak leher hewan, seperti yang diontohkan Rasulullah Saw.
Rasulullah mungkin sengaja melakukan hal tersebut agar hewan tidak bergerak dan bisa menyembelih dengan lebih mantap.

6. Berdo'a Sebelum Menyembelih

tata cara penyembelihan hewan kurban 6

Ini adalah poin yang sangat penting, penyembelih wajib membaca do'a sebelum menyembelih hewan kurban. Do'a nya yaitu "Bismillahi Wallohu Akbar" yang artinya "Dengan nama Allah, dan Alloh itu Maha Besar."

7. Hal Lain Yang Harus Diperhatikan

Terakhir, berikut adalah hal-hal lain yang harus kita perhatikan yang bisa anda lihat pada gambar.

tata cara penyembelihan hewan kurban 7

tata cara penyembelihan hewan kurban 8

Itulah tata cara penyembelihan hewan kurban yang harus diperhatikan oleh kita yang akan melaksanakan ibadah kurban pada hari raya idul adha dan kapanpun ketika kita akan menyembelih hewan.
Semoga bermanfaat, dan kunjungi kembali blog ini untuk mendapatkan informasi penting dan menarik lainnya.
Sumber: Dakwart

Sabtu, 10 September 2016

Rukun Iman dan Penjelasannya (Lengkap)

- Tidak ada komentar
Rukun iman - Dalam artikel kali ini, kami akan mencoba menerangkan rukun iman dalam islam. Ada berapa rukun iman, apa saja rukun iman itu, dan bagaimana penjelasan dari setiap rukun iman.

rukun iman ada 6 sebutkan

Rukun Iman dan Penjelasannya

‘Arkaanun’ bentuk jama’ dari ‘ruknun’, ‘ruknus syai’in’ berarti sisi sesuatu yang terkuat. Sedangkan yang dimaksud dengan rukun iman adalah sesuatu yang menjadi sendi terkuat tegaknya iman.
Rukun iman ada 6, yaitu:
  1. Rukun iman yang ke 1, iman kepada Allah Swt.
  2. Rukun iman yang ke 2, iman kepada para malaikat.
  3. Rukun iman yang ke 3, iman kepada kitab-kitab Allah. 
  4. Rukun iman yang ke 4, iman kepada para Rasulullah Saw.
  5. Rukun iman yang ke 5, iman kepada Hari Akhir.
  6. Rukun iman yang ke 6, iman kepada takdir Allah Swt., yang baik maupun yang buruk.
Adapun dalil tentang rukun iman tersebut adalah jawaban Rasulullah Saw. ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai iman :

“Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada Hari Akhir dan engkau beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.”  (HR. Al-Bukhari, 1/19,20 dan Muslim, 1/37).

Makna Iman

Definisi Iman

Iman menurut makna bahasa berarti penegasan dan pengakuan yang disertai dengan sikap menerima khabar-khabar (wahyu) dan patuh kepada hukum-hukum (Islam).  Sementara iman merurut makna syara’ adalah :

“Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan badan.”

Makna iman menurut syara’ ini merupakan pendapat jumhur (kesepakatan) ulama. Dan Imam asy-Syafi’i meriwayatka ijma’ para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka yang sezaman dengan beliau atas pengertian tersebut.

Penjelasan Definisi Iman

“Membenarkan dengan hati” maksudnya yakni, menerima segala sesuatu yang datangnya dari Rasulullah Saw.
“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya yakni, mengucapkan dengan dua kalimat syahadat, ”laa ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang haq disembah kecuali Allah Swt. dan bahwa Muhammad Rasulullah Saw. adalah utusan Allah Swt).
“Mengamalkan dengan anggota badan”maksudnya yakni, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.”
Maka pada akhirnya iman memiliki kesimpulan bahwa, iman adalah keyakinan dalam hati, pernyataan oleh lisan dan tindakkan anggota badan. Pekerjaan hati berupa keyakinan, ucapan lisan berupa pernyataan, sedang perbuatan hati berupa kepatuhan, kaikhlasan, ketaatan, kecintaan kepada amal shalih dan perbuatan badan dengan melaksanakan perintah agama Islam dan meninggalkan larangannya.
Sehingga iman bukan hanya sekedar perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebagaimana keimanan kaum munafik, ikrar dan amal sebagaimana kaum kuffar yang tetap menolak kebenaran, bukan hanya segedar pembenaran secara hati sebagaimana keimanan kaum Mur’jiah, atau ucapan dan perbuatan yang hilang secara keseluruhan dengan dosa besar sebagaimana kaum Khawarij.

Cabang Cabang Iman

Asyu’abu adalah bentuk jama’ dari Syu’batun yang artinya segolongan dan sekelompok dari sesuatu. Sedangkan Syu’abu al-Imani adalah cabang-cabang iman yang bermacam-macam, jumlahnya banyak, karena setiap yang pokok pasti memiliki cabang dan rantingnya, sehingga cabang-cabang iman jumlahnya lebih banyak, yakni lebih dari 70 cabang.
Dalil cabang-cabang iman adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah Ra, ia berkata Rasulullah Saw. bersabda:

“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (gangguan) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman”. (HR. Muslim, 1/63).

Hadits diatas menjelaskan bahwa iman itu bercabang-cabang dan yang paling tinggi adalah ucapan “la ilaha illaallah“, kemudian cabang-cabang iman sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan fadhilahnya, sampai pada cabang yang paling rendah yaitu menyingkirkan gangguan di tengah jalan. Adapun cabang-cabang di antara keduanya terdapat cabang-cabang yang lain seperti cinta kepada Rasulullah Saw., cinta kepada sesama Muslim seperti cinta kepada diri sendiri, jihad, dan sebagainya.
Namun di antara cabang iman bila ditinggalkan akan membuat lenyapnya keimanan. Menurut ijma’ ulama; seperti menolak dua kalimat syahadat, namun ada sebagian cabang bila di tinggalkantidak melenyapkan keimanan, menurut ijma’ ulama; seperti tidak menyingkirkan gangguan dari jalan. Sejalan dengan konsekwensi penerapan cabang-cabang iman itu, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, maka keimanan bisa bertambah karena menerapkan cabang-cabang keimanan dan bisa berkurang karena penelantaran cabang-cabangnya.

Bertambah dan Berkurangnya Iman

Kaum salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman tersebut bisa bertambah dan berkurang seiring sengan bertambah dan berkurangnya amal.
Para salaf bersandar kepada berbagai dalil, di antaranya adalah:

1. Firman Allah SWT:


وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلَائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا وَلَا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ

“Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orng-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” (QS. Al-Mudadatsir: 31).

2. Firman Allah SWT:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُون َ
 الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ َ أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. “ (QS. Al-Anfal: 2-4)
3. Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah Ra, ia berkata Rasulullah Saw. bersabda:

“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (gangguan) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman”. (HR. Muslim, 1/63).

Itulah artikel tentang rukun iman serta penjelasannya, semoga dari tulisan ini anda dapat mengambil manfaat serta dapat mengamalkannya.

Sumber:
Al-Quran Al-Karim
Abidin, Zaenal. (2010) Akidah Muslim. Bogor: Rumah Penerbit Al-Manar
Al-Fauzan, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah. (2012) KITAB TAUHID 2. Penerjemah: Agus Hasan Bashori. Jakarta: Darul Haq
Sahih Bukhari - Imam Bukhari
Sahih Muslim – Imam Muslim
Utsaimin. (1424H/2005 M) Syarah Akidah Washitiyah. Kairo: Darul Akidah

Senin, 05 September 2016

Syarat-Syarat Hewan Qurban

- Tidak ada komentar
Syarat hewan qurban - Didalam artikel kali ini, kami akan menjelaskan sedikit tentang bagaimana keadaan hewan yang bisa dijadikan hewan qurban menurut penjelasan dari Rasulullah SAW.

Lihat juga: Pengertian Qurban, Hadits Tentang Qurban 

syarat sah hewan qurban
 

Syarat Hewan Qurban

Secara garis besar, berikut adalah beberapa syarat sah seekor hewan dapat diqurbankan.
  1. Tidak Terdapat Cacat
  2. Telah Mencapai Usia Minimal (Setiap Hewan Berbeda)
  3. Termasuk Hewan Ternak

Hewan qurban Tidak Boleh Cacat

Syarat sah hewan qurban yang pertama yaitu hewan yang akan diqurbankan tidak boleh terdapat cacat fisik, cacat tersebut yaitu pincang kakinya, matanya buta sebelah (jelas terlihat), sakit (yang sudah jelas sakitnya), dan terlalu kurus.
Ini berdasarkan hadits berikut:

Dari Al-Bara’ bin ‘Azib berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, ‘Apa yang harus dijauhi untuk hewan kurban? ‘ Beliau memberikan isyarat dengan tangannya lantas bersabda: “Ada empat.” Barra’ lalu memberikan isyarat juga dengan tangannya dan berkata; “Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: (empat perkara tersebut adalah) hewan yang jelas-jelas pincang kakinya, hewan yang jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang kurus tak bersumsum.” (H.R.Malik)

Abu Dawud meriwayatkan hadis senada;
Dari ‘Ubaid bin Fairuz, ia berkata; aku pernah bertanya kepada Al Bara` bin ‘Azib; sesuatu apakah yang tidak diperbolehkan dalam hewan kurban? Kemudian ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdiri diantara kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan ruas-ruas jariku lebih pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian beliau berkata: “Empat perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan kurban.” Kemudian belau berkata; yaitu; buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum. ‘Ubaid berkata; aku katakan kepada Al Bara`; Aku tidak suka pada giginya terdapat aib. Ia berkata; apa yang tidak engkau sukai maka tinggalkan dan janganlah engkau mengharamkannya kepada seseorang. Abu Daud berkata; tidak ada sumsum padanya. (H.R. Abu Dawud)

Hewan Qurban Harus Sudah Mencapai Usia Minimal

Hewan yang akan diqurbankan selain tidak boleh terdapat cacat juga harus sudah mencapai usia minimal. Haditsnya yaitu sebagai berikut:
 
Dari Al Bara` dia berkata; “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat, setelah itu beliau bersabda: “Barangsiapa mengerjakan shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, hendaknya tidak menyembelih binatang kurban sehingga selesai mengerjakan shalat.” Lalu Abu Burdah bin Niyar berdiri dan berkata; “Wahai Rasulullah, padahal aku telah melakukannya.” Beliau bersabda: “Itu adalah ibadah yang kamu kerjakan dengan tergesa-gesa.” Abu Burdah berkata; “Sesungguhnya aku masih memiki Jadza’ah dan dia lebih baik daripada dua Musinnah, apakah aku juga harus menyembelihnya untuk berkurban? Beliau bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain setelahmu.” (H.R.Bukhari)

Riwayat lain berbunyi;

Dari Al Bara` bin ‘Azib radliallahu ‘anhu dia berkata; Pamanku yaitu Abu Burdah pernah menyembelih binatang kurban sebelum shalat (ied), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Kambingmu hanya berupa daging biasa (bukan daging kurban) Lantas pamanku berkata; “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku hanya memiliki seekor Jadza’ah.” Beliau bersabda: “Berkurbanlah dengan kambing tersebut, namun hal itu tidak sah untuk selain kamu.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Barang siapa berkurban sebelum shalat (Iedul Adlha), dia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang siapa menyembelih setelah shalat (Iedul Adlha), maka sempurnalah ibadahnya dan dia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat.” (H.R. Bukhari)


Hewan Qurban Termasuk Binatang Ternak

Didalam quran surah al hajj ayat 34 Alloh SWT berfirman yang artinya:

Dan bagi tiap-tiap umat telah Aku syariatkan Mansak, supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka (Al-Hajj; 34)

Definisi bahimatul An’am adalah hewan ternak yang berupa unta, sapi dan kambing yang mencakup kambing biasa (dengan bulu lurus dan kasar) dan domba (dengan bulu wol). As-Syaukani berkata;

Bahimatul An’am adalah unta, sapi dan kambing (Fathu Al-Qodir, vol.3 hlm 642)


Ayat ini mengandung isyarat bahwa hewan kurban hanyalah unta, sapi dan kambing sebagaimana yang dijelaskan as-Syaukani;

Di dalamnya ada isyarat bahwa berkurban tidak bisa kecuali dengan An’am (unta, sapi dan kambing), tidak bisa selainnya (Fathu Al-Qodir, vol.3 hlm 647)

As-Syafi’i berkata adalam Al-Umm;

"Hewan-hewan kurban adalah Jadza’ah dari domba dan Tsaniyy dari kambing, unta dan sapi. Hewan apapun selain ini tidak bisa menjadi hewan kurban (Al-Umm, vol 2 hlm 223)


Itulah penjelasan singkat tentang syarat-syarat hewan qurban, jika ada pertanyaan silahkan isi kolom komentar dibawah.
Sumber: suara-islam.com/read/index/5689/Inilah-Syarat-syarat-dan-Ketentuan-Hewan-Kurban

Dalil Ayat Quran dan Hadits Tentang Qurban

- Tidak ada komentar
Hadits Tentang Qurban - Dalam menjalankan suatu ibadah, kita harus tau dari mana perintah atau larangan itu berasal. Begitu juga dengan ibadah qurban yang dilaksanakan satu tahun sekali ini. Apa ayat al quran dan hadits shohih yang menjadi dasar perintah qurban?
Didalam artikel ini anda akan menemukan dalil dalil yang berkaitan dengan ibadah qurban. Jika anda ingin tahu apa pengertian qurban didalam islam, silahkan klik link tersebut.

hadits dan ayat tentang qurban

Ayat Quran dan Hadits Tentang Qurban

  • Ayat Al Quran Tentang Qurban

Berikut adalah beberapa ayat al quran yang menjelaskan perintah berqurban:

- Surat Al Kautsar Ayat 2


إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.”

- Surat Al Hajj 36-37

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Daging-daging qurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

- Surat Al An'am 162-163

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ 
 “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”

  • Hadits Tentang Qurban

Berikut adalah beberapa hadits nabi Muhammad SAW tentang Qurban:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ: (( بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى )).

“Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 11051, Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 2812, Imam At-Tirimidzi dalam Sunan-nya no. 1521 dan yang lainnya. Imam At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini gharib”. Syaikh Al-Albani menshahihkan Hadits ini dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan lainnya.

- Hadits tentang waktu qurban


وَعَنْ جُنْدُبِ بْنِ سُفْيَانَ قَالَ: { شَهِدْتُ الأَضْحَى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمَّا قَضَى صَلاتَهُ بِالنَّاسِ, نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ, فَقَالَ: "مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا, وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ" } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

”Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai gantinya. Barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia menyembelih dengan nama Allah.”

- Hadits tentang syarat hewan qurban


وَعَنِ الْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: { "أَرْبَعٌ لا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَ ا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لا تُنْقِي" } رَوَاهُ الْخَمْسَة ُ . وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان

”Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan qurban, yaitu: hewan yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersumsum.”

وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم { "لا تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً, إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ" } رَوَاهُ مُسْلِم

”Janganlah kalian menyembelih hewan qurban kecuali yang sudah berumur setahun. Apabila kamu sulit mendapatkannya, maka sembelihlah kambing yang berumur enam bulan hingga setahun.”


- Hadits tentang cara membagikan hewan qurban


وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: { أَمَرَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلالَهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ, وَلا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

”Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan qurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apapun dari hewan qurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.”

- Hadits tentang qurban oleh beberapa orang


وَعَنْ جَابِرِ بنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: { نَحَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ: الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ, وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ } رَوَاهُ مُسْلِم


”Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah pada tahun Hudaibiyah dengan seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.”

Itulah beberapa ayat al quran serta hadits nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan ibadah qurban, semoga bermanfaat. Sampai jumpa pada artikel selanjutnya.
Sumber: Muslimah.or.id - belajar-fiqih.blogspot.com

Hukum Qurban Dalam Islam

- Tidak ada komentar
Hukum qurban - Istilah berkurban/berkorban/mempersembahkan sesuatu terdapat dalam berbagai agama dengan maksud atau tujuan yang tentunya berbeda. Lalu bagaimana dengan islam, apa hukum berqurban didalam islam?
Didalam artikel ini, kami akan mencoba menjelaskan bagaimana hukum berqurban didalam islam serta kapan dilaksanakan qurban.

bagaimana hukum qurban dalam islam?

Hukum Qurban

Allah SWT berfirman didalam al quran:
“Maka dirikanlah sholat untuk Robbmu dan berqurbanlah (untuk Robbmu).” (QS. Al-Kautsar: 2)
Ada beberapa pendapat para ulama tentang hukum qurban, ada yang mengatakan wajib, dan sunnah mu'akadah. Berikut dalil dan hadits tentang qurban.

  • Hukum Qurban Wajib

Pendapat pertama menyatakan wajib qurban bagi orang yang berkelapangan.
Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408)
Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Dan dalam hadits, Rasulullah saw. bersabda:
Dari Anas ra., “Nabi saw. pernah berqurban dengan dua ekor kambing berwarna belang dan bertanduk.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
  • Hukum Qurban Sunnah Mu'akkadah

Pendapat kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain.
Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).
Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih)
Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)

Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120)

 Itulah penjelasan lengkap tentang bagaimana hukum qurban didalam islam, semga dengan artikel ini anda mendapatkan ilmu serta manfaat. Aamiin

Sumber: Islampos.com, Muslim.or.id

Pengertian Qurban Dalam Islam

- 1 komentar
Pengertian qurban - Tanggal 10 Dzulhijjah merupakan hari dimana semua umat muslim di seluruh dunia merayakan hari raya yang kedua setelah beberapa bulan sebelumnya telah merayakan hari raya iedul fitri.
Pada hari raya yang disebut juga dengan iedul qurban ini, orang muslim yang mampu secara materi diwajibkan untuk berkurban hewan yang telah ditentukan jenisnya.
Namun apakah arti dari qurban itu sendiri? Didalam artikel ini kami akan menerangkan sedikit apa arti qurban didalam islam.


Pengertian Qurban

Qurban secara bahasa (bahasa arab) berarti "Dekat, diambil dari kata dasar Qoroba Yaqrobu Qurbanan.
Sedangkan secara istilah, Qurban adalah pemotongan hewan ternak oleh umat islam pada hari raya iedul adha dan hari tasyrik dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Didalam fiqih, qurban dibagi kepada 2 bagian, yaitu Al Hadyu dan Udhiyah.
  • Pengertian Al Hadyu
    Al Hadyu yaitu hewan yang disembelih oleh para jama'ah haji (Setiap muslim yang melaksanakan ibadah haji wajib berqurban, jika tidak diganti oleh shaum 10 hari, 3 hari saat haji dan 7 hari setelah pulang selesai haji). Dan pengurban haram memakan dagingnya.
  • Pengertian Udhiyah
    Udhiyah adalah yang disembelih oleh umat islam yang sedang tidak melaksanakan ibadah haji. Pengurban dibolehkan memakan daging sembelihan.

Istilah-Istilah Dalam Ibadah Qurban

Ada beberapa istilah yang penting diketahui oleh pengurban dan juga seluruh umat islam, diantaranya yaitu:
  •  Nahr
    Nahr adalah menusuk leher unta hingga mengenai hulqum dari atas dada. Penusukan dilakukan dengan tombak tepat pada bagian leher seekor unta, karena hewan itu cukup besar dan sulit untuk digeletakkan di atas tanah terlebih dahulu.
  •  Dzibhu
    Dzibhu adalah menyembelih seperti yang umumnya kita kenal saat ini. Caranya dengan mengiris leher hewan udhiyah hingga putus urat nadi dan jalan pernafasan.
  • 'Aqar
    ‘Aqar adalah menebas leher unta ketika unta itu masih berdiri.
  • Al Hadyu
    Sudah dijelaskan pada poin pengertian qurban diatas.
  • Udhiyah
    Sudah dijelaskan pada poin pengertian qurban diatas.

Larangan Bagi Pengurban

Selain ibadah qurban yang wajib (untuk muslim yang mampu), ada juga beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang akan berkurban (berdasarkan hadits shohih), yaitu memotong kuku dan mencukur rambut dari mulai tanggal 1 dzulhijjah hingga dilaksanakan penyembelihan qurban. Haditsnya sebagai berikut:


إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban
Beberapa pendapat para ulama tentang hadits diatas:
 
1.      Sa’id bin Al Musayyib, Robi’ah, Imam Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian murid-murid Imam Asy Syafi’i menyatakan haram mendasarinya pada hadits larangan shohibul qurban memotong rambut dan kuku yang telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Ad-Daimah di atas.
2.      Imam Asy Syafi’i dan murid-muridnya. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh yaitu makruh tanzih, dan bukan haram, berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu pernah berqurban dan beliau tidak melarang apa yang Allah halalkan hingga beliau menyembelih hadyu (qurbannya di Makkah). Artinya di sini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan sebagaimana orang yang ihrom yang tidak memotong rambut dan kukunya. Ini adalah anggapan dari pendapat kedua. Sehingga hadits di atas dipahami makruh.
3.      Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali.
Imam Malik dalam salah satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh. Pendapat beliau lainnya mengatakan bahwa hal ini diharamkan dalam qurban yang sifatnya sunnah dan bukan pada qurban yang wajib.
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, berdasarkan larangan yang disebutkan dalam hadits di atas dan pendapat ini lebih hati-hati. Pendapat ketiga adalah pendapat yang sangat-sangat lemah karena bertentangan dengan hadits larangan. Sedangkan pendapat yang memakruhkan juga dinilai kurang tepat karena sebenarnya hadits ‘Aisyah hanya memaksudkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perkara yang sifatnya keseharian yaitu memakai pakaian berjahit dan memakai harum-haruman, yang seperti ini tidak dibolehkan untuk orang yang ihrom.

Itulah sedikit penjelasan tentang pengertian qurban didalam islam, semoga bermanfaat. Jika anda mampu untuk berqurban, jangan ragu lagi karena selain ini wajib, dengan melaksanakan ibadah qurban alloh swt akan lebih dekat dengan kita.
Source:  belajar-fiqih.blogspot.com, hakikatislam.com

QURBAN

- Tidak ada komentar
Definisi

Al-Hadyu   : Yang disembelih oleh jama’ah hajji, pengurban haram memakannya
Udhiyah     : Yang disembelih oleh selain jama’ah hajji, pengurban halal memakannya
Nahr           :
·         Nahr adalah menusuk leher unta hingga mengenai hulqum dari atas dada. Penusukan dilakukan dengan tombak tepat pada bagian leher seekor unta, karena hewan itu cukup besar dan sulit untuk digeletakkan di atas tanah terlebih dahulu.
·         Dzibhu adalah menyembelih seperti yang umumnya kita kenal saat ini. Caranya dengan mengiris leher hewan udhiyah hingga putus urat nadi dan jalan pernafasan.
·         ‘Aqar adalah menebas leher unta ketika unta itu masih berdiri

Nusuk         :
·         Ibadah
·         Menyembelih (hewan kurban)
·         Pekerjaan-pekerjaan dan bacaan-bacaan yang dilakukan di dalam ibadah haji.

Sunnah Dzul Hijjah
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

1.      Sa’id bin Al Musayyib, Robi’ah, Imam Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian murid-murid Imam Asy Syafi’i menyatakan haram mendasarinya pada hadits larangan shohibul qurban memotong rambut dan kuku yang telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Ad-Daimah di atas.
2.      Imam Asy Syafi’i dan murid-muridnya. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh yaitu makruh tanzih, dan bukan haram, berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu pernah berqurban dan beliau tidak melarang apa yang Allah halalkan hingga beliau menyembelih hadyu (qurbannya di Makkah). Artinya di sini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan sebagaimana orang yang ihrom yang tidak memotong rambut dan kukunya. Ini adalah anggapan dari pendapat kedua. Sehingga hadits di atas dipahami makruh.
3.      Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali.

Imam Malik dalam salah satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh. Pendapat beliau lainnya mengatakan bahwa hal ini diharamkan dalam qurban yang sifatnya sunnah dan bukan pada qurban yang wajib.
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, berdasarkan larangan yang disebutkan dalam hadits di atas dan pendapat ini lebih hati-hati. Pendapat ketiga adalah pendapat yang sangat-sangat lemah karena bertentangan dengan hadits larangan. Sedangkan pendapat yang memakruhkan juga dinilai kurang tepat karena sebenarnya hadits ‘Aisyah hanya memaksudkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perkara yang sifatnya keseharian yaitu memakai pakaian berjahit dan memakai harum-haruman, yang seperti ini tidak dibolehkan untuk orang yang ihrom.

Hikmah Larangan
Menurut ulama Syafi’iyah, hikmah larangan di sini adalah agar rambut dan kuku tadi tetap ada hingga qurban disembelih, supaya makin banyak dari anggota tubuh ini terbebas dari api neraka.
Ada pula ulama yang mengatakan bahwa hikmah dari larangan ini adalah agar tasyabbuh (menyerupai) orang yang muhrim (berihrom). Namun hikmah yang satu ini dianggap kurang tepat menurut ulama Syafi’iyah karena orang yang berqurban beda dengan yang muhrim. Orang berqurban masih boleh mendekati istrinya dan masih diperbolehkan menggunakan harum-haruman, pakaian berjahit dan selain itu, berbeda halnya orang yang muhrim.

Shaum Arafah
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَ البَاقِيَةَ
“Puasa Arafah itu menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. ”(HR. Muslim no. 1162)

Hukum Qurban
1.      Wajib
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Menurut imam Hanafi wajib bagi yang muqim tapi tidak bagi yang safar
2.      Sunnah
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
ورد عن جابر قال  : صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عيد الأضحى فلمّاانصرف أتي بكبش فذبحه ، فقال : بسم الله والله أكبر ، اللهمّ هذا عنّي وعن من لم يضح من أمتي ( رواه أحمد وأبو داود والترمذي )
Diriwayatkan  dari Jabir, ia berkata : Saya telah sholat  Iedhul Adha bersama Rasullloh Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika beliau selesai sholat, maka didatangkan pada beliau seekor domba dan kemudian beliau menyembelihnya, seraya berkata : “Bismillah, Allahu Akbar, ya Allah ini dariku dan dari orang yang belum berudlhiyah dari umatku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Turmudzi)
وعن علي بن الحسين عن أبي رافع أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا ضحى كبشين سمينين أقرنين أملحين ( رواه أحمد )
Artinya : “Dan dari Ali bin Al-Husain dari Rofi’:” Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila datang Hari Udlhiyah , beliau membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk dan warnanya putih campur hitam.( HR.Ahmad).

3.      Sunnah Mu’akkadah
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Pembagian Daging Udlhiyah
Dalam pembagian daging udlhiyah dibagi menjadi tiga ; sepertiga untuk dimakan keluarga yang menyembelih; sepertiga untuk dishadaqahkan; sepertiga untuk dihadiahkan kepada para sahabat. Tetapi boleh juga dishadaqahkan seluruhnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
كلوا وادخروا وتصدقوا
“Makanlah daging udlhiyah dan simpanlah dan shadaqahkanlah.”
…………. فكلوا مابدا لكم وأطعموا وادخروا
“Makanlah apa yang nampak bagi kamu, berikanlah dan simpanlah.” (HR. Ahmad, Muslim dan Turmudzi, dan dishohihkan oleh Turmudzi)

Boleh Menyimpan Daging Udlhiyah Melebihi Tiga Hari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang menyimpan daging udlhiyah lebih dari tiga hari. Hal itu agar umat Islam pada saat itu menshodaqohkan kelebihan daging udlhiyah yang ada. Namun larangan tersebut kemudian dihapus
Dalam hadits dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu, ia berkata bahwa Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى قَالَ « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا »
”Barangsiapa di antara kalian berudlhiyah, maka janganlah ada daging udlhiyah yang masih tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga.” Ketika datang tahun berikutnya, para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu?” Maka beliau menjawab, ”(Adapun sekarang), makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami paceklik sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” [HR. Bukhari no. 5569 dan Muslim no. 1974]
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menghapus larangan tersebut dan menyebutkan alasannya. Beliau bersabda,
« كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الأَضَاحِى فَوْقَ ثَلاَثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لاَ طَوْلَ لَهُ فَكُلُوا مَا بَدَا لَكُمْ وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا ». قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَعَائِشَةَ وَنُبَيْشَةَ وَأَبِى سَعِيدٍ وَقَتَادَةَ بْنِ النُّعْمَانِ وَأَنَسٍ وَأُمِّ سَلَمَةَ. قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ بُرَيْدَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Dulu aku melarang kalian dari menyimpan daging udlhiyah lebih dari tiga hari agar orang yang memiliki kecukupan memberi keluasan kepada orang yang tidak memiliki kecukupan. Namun sekarang, makanlah semau kalian, berilah makan, dan simpanlah.”[ HR. Tirmidzi no. 1510]

Larangan Menjual Kulit Udlhiyah & Memberi Upah Bagi Tukang Sembelih
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :

عن علي بن أبي طالب رضى الله عنه قال : أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلّم : أن أقومَ علىَ بدنهِ وأتصدّقَ بلحومها وجلودها وأجلّتها  ، وأن لا أعطى الجازرَ منها شيئً ، وقال : نحن نعطيه من عند نا ( متفق عليه )
“Dari Ali Bin Abi Thilob radhiyallahu anhu ia berkata : “Aku diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam supaya mengurus untanya, serta menyedekahkan daging, kulit dan kelasa (punuk)nya, dan kiranya aku tidak akan memberikan sedikitpun dari binatang udlhiyah tersebut kepada tukang sembelih. Seraya beliau bersabda : “Kami akan memberi dia dari bagian kami sendiri.” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim)
وعن أبي سعيدٍ : أنّ قتادة بن النعمان أخبره أنّ النبي صلى الله عليه وسلّم قام, فقال : إني كنت أمرتكم أن لا تأكلوا لحوم الأضاحى فوق ثلاثة أيامٍ ، ليسعكم ، وإني أحلّه لكم, فكلوا منه ماشئتم ، ولا تبيعوا لحوم الهدي والأضاحى ، وكلوا ، وتصدّقوا واستمتعوا بجلودها ، ولا تبيعواها ، وإن أطعمتم من لحومها شيئًا ، فكلوا أنى شئتم ( رواه أحمد )
“Dan dari Abi Sa’id : Sesungguhnya Qotadah bin Nu’man memberitahu kepadanya, bahwa nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri lalu bersabda : “Aku pernah menyuruhmu kiranya kamu tidak akan makan daging udlhiyah sesudah tiga hari untuk memberi kelonggaran kepada kamu, tetapi aku halalkan dia kepada kamu, karena itu makanlah daripadanya sesukamu, dan janganlah kamu jual daging hadyu (Binatang yang disembelih sebagai denda karenba planggaran Hajji atau umrah) dan daging udlhiyah, makanlah, sedekahkanlah dan pergunakanlah kulitnya tetapi jangan kamu jual dia, sekalipun  sebagian dari dagingnya itu kamu berikan, makanlah sesukamu.” (HR. Ahmad )
Penjelasan :
Syaikh Faishol bin Abdul Aziz Al-Mubarok berkata :  Perkataan : “dan kiranya kami tidak akan berikan sedikitpun dari daging udlhiyah itu kepada tukang sembelih” Itu menunjukkan, bahwa tukang sembelihnya itu tidak boleh diberi sedikitpun dari daging udlhiyah tersebut ( sebagai upah ) jadi bukan tidak diberinya semata-semata itu yang dimaksud, tetapi yang dimaksud disini adalah pemberian karena menyembelihnya itu.
Al Qurthubi berkata : “Hadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang udlhiyah atau hadiah dan punuknya tidak boleh dijual, karena kata “julud” : ( kulit ) dan “Ajillah” : (punuk ) itu ma’thuf ( dihubungkan ) dengan lahm ( daging ) jadi hukumnya sama. Sedang para ulama’ telah sepakat, bahwa daging udlhiyah itu tidak boleh dijual. Maka begitu pula kulitnya dan punuknya.
Perkataan “Manfaatkanlah kulitnya dan jangan kamu jual dia” itu menunjukkan diperkenankanya memanfaatkan kulit udlhiyah tetapi jangan dijual. (Mukhtashor Nailul Author, Syaikh Faishol bin Abdul Aziz Al Mubarok : 4/58).

Hikmah Disyari’atkannya Udlhiyah
1.      Taqarrub diri kepada Allah Ta’ala.
فصلّ لربك  وانحر
قل إن صلاتي ونسكي ومَحياي ومماتي لله رب العالمين {الأنعام : 162}
2.      Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim AS
3.      Mencukupi nafkah pada hari Ied dan menyebarkan rohmat kepada orang-orang fakir dan miskin.
4.      Sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikanNya, yang berupa binatang ternak kepada kita.
....فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ ....
…..Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…”. (QS.Al-Hajj : 36-37)

Sifat-sifat hewan Qurban :
1.      Cacat
2.      Sakit yang sudah jelas
3.      Genap usia
4.      Sah kepemilikan
5.      Jika hasil urunan tidak melebihi batas maksimal
6.      Kotor yang tidak bisa dibersihkan


عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
dari Jabir dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kamu sembelih hewan untuk berkurban, melainkan Musinnah.  Kecuali jika itu sulit kamu peroleh, sembelihlah Jadza’ah domba.” (H.R. Muslim)

قال الشَّافِعِيُّ ) رَحِمَهُ اللَّهُ الضَّحَايَا الْجَذَعُ من الضَّأْنِ والثنى من الْمَعْزِ وَالْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَلَا يَكُونُ شَيْءٌ دُونَ هذا ضَحِيَّةً
hewan-hewan kurban adalah Jadza’ah dari domba dan Tsaniyy dari kambing, unta dan sapi. Hewan apapun selain ini tidak bisa menjadi hewan kurban (Al-Umm, vol 2 hlm 223)

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،: ” أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ، الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا، وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Dari Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Empat cacat yang tidak boleh ada pada hewan kurban; hewan bermata juling yang sangat jelas julingnya, hewan sakit yang sangat jelas sakitnya, hewan pincang yang sangat jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak memiliki daging otak.” (HR. Abu Daud no. 2802, Tirmidzi no. 1479, An-Nasai no. 4369, Ibnu Majah no. 3144, Ahmad no. 18667, dan Al-Baihaqi no. 19099)